Selasa, 30 Juni 2015

CINTA



Cinta…
Adalah sebuah rasa
Yang memaksa kita berganti peran


Cinta…
Membisukan mata kita
Membutakan telinga kita
Dan membuat tuli mulut kita


Logika tak lagi berdaya
Akal sehat tak lagi berjaya
Karena otak kita telah terpasung
Dalam ruang hampa bertabur mimpi


Semakin kita ingin keluar
Mimpi itu kian erat memeluk jiwa
Semakin keras kita berteriak
Gemanya kian deras berbisik mesra


Seperti anjing-anjing lapar
Yang hanya diberi tulang oleh sang tuan
Namun bisa berubah menjadi tenang


Seperti binatang qurban
Yang tak ingin mati
Namun pasrah akan takdirnya


Seperti seekor keledai
Yang tak ingin jatuh ke lubang yang sama
Namun tak mampu menghindarinya


Pandai-pandailah dalam bermain cinta
Agar kita tak terjebak
Dan mati sia-sia


Karena seperti itulah cinta…
Indah dan menenangkan
Namun sangat mematikan


Karena seperti itulah cinta…
Kejam dan menyiksa
Namun kita saling berlomba merasakannya

~AFQ~

Senin, 29 Juni 2015

Captain Jack - Dari Anakmu (Lirik)

Kemana Ayahku, yang pernah ku kenal dahulu
Dimana Ibuku, mengapa semua berubah...
Cuma ada kebencian kini,
Mengapa ku dipaksa untuk memihak
Bukankah kita semua satu
Tidakkah ada jalan yang lebih baik...

Kami anak-anakmu, perhatikan kami
Kami tak cukup kuat
Untuk semua ini...
Kami anak-anakmu, dan tolonglah kami
dan kami ingin hanya
Semuanya kembali...
Semuanya pergi, saat ku butuh bersama
Semua berteriak disaat yang kubutuh hanya teman...
Sekarang ku tak bisa bedakan,
Ini rumah ataukah ini neraka...
Ku duduk disini menangis,
Ku tutup telinga mengapa masih terdengar ?? 

Kami anak-anakmu, perhatikan kami
Kami tak cukup kuat
Untuk semua ini...
Kami anak-anakmu, dan tolonglah kamu
dan kami ingin hanya
Semuanya kembali...

Oh Ibu dan Ayah, selamat malam...
Selamat bertengkar
hingga kau puas !!
Oh Ibu dan Ayah, selamat malam...
Jangan hiraukan aku...

Ku tutup telingaku...
Mengapa masih terdengar ??

Selasa, 23 Juni 2015

ARTI KEIKHLASAN


Aku sudah terbiasa dengan rasa sakit, bahkan sudah tak lagi kuingat seperti apa rasanya. Walau goresan menyayat hati, walau pisau menghujam jantung, walau racun telah menyebar ke otak, aku takkan mati. Aku akan tetap bertahan dengan rasa ini, karena hanya itu yang kubisa. Aku tak dapat meyakinkanmu untuk mencintaiku sepenuh hati, karena hatimu hanya untuknya. Namun aku akan selalu berusaha mencari celah untuk masuk kedalam hatimu, walau kemungkinannya sangat kecil dan mustahil.

Dia adalah sosok bintang luar biasa yang selalu kau harapkan, yang selalu kau impikan setiap malam, dan selalu kau banggakan pada sang alam. Sinarnya terang, melebihi terangnya sinar mentari. Kesucian sinarnya mampu menitikan air mata alam dalam embun dipagi hari, hingga meluluhkan kerasnya batu yang berdiri angkuh menatap langit. Sedangkan aku, hanyalah aster kecil yang bersembunyi dibalik semak-semak di tepian telaga warna, yang tak mampu berkembang dan menjelma sebagai sosok bunga terindah penghias alam. Hidupku penuh hinaan, cacian dan makian. Karena sekujur tubuhku kotor terbalut lumpur pekat sisa luapan nafsu telaga warna. Takkan sanggup aku menjadi sepertinya, bahkan walau sekedar mendekati sepertinya sekalipun. Jika kau bersamanya, akan kau dapatkan segala yang kau impikan dan inginkan. Kebahagiaan akan selalu menyertai hari-harimu, dan kedamaian akan senantiasa mengikuti setiap langkahmu.

Disini aku hanya bisa pasrah dan berserah, hanya dengan keikhlasan hati yang mungkin bisa mengantarkanku menuju pintu hatimu, hanya dengan kepasrahan yang mungkin bisa membukanya, dan hanya dengan perubahan yang mungkin bisa mempersilahkanku masuk. Aku sedang berusaha akan hal itu, kulakukan segala cara untuk dapat meyakinkanmu, bahwa akupun bisa sedikit berubah. Namun aku tak akan memaksakan perasaanmu untuk menerimaku dengan keterpaksaan. Karena jika segala sesuatu yang didasari oleh paksaan maka hasilnya tak akan sesuai harapan, bahkan hanya akan menambah beban untuk dirimu.

Jika kau tak lagi bersamaku, kenanglah aku sebagai sosok aster bodoh yang pernah duduk lebih dekat denganmu diatas bukit bintang, memandangmu sebagai sosok bintang Zubeneschamali, dan mengharapkan pelukan hangatmu. Jika kau telah bersamanya, ingatlah bahwa aku pernah berusaha memilikimu, dan tulus memberikan segala yang kupunya untuk sekedar mendapatkan pengakuan darimu. Jika aku diberi kesempatan untuk bereinkarnasi, maka aku akan tetap memilih terlahir sebagai aku kembali, dan bertemu denganmu lagi, berkali-kali, dan terus-menerus. Karena dalam hidupku hanya ingin bersama denganmu sepanjang waktu. Hanya kau yang sanggup mengubahku, dan hanya kau yang memberikan semangat dan alasanku untuk hidup. Jika segala yang kulakukan belum mampu mengubah sebuah cerita tentangmu, maka akan kubuat menjadi sebuah cerita tentang diriku sendiri, hingga kelak akan kusampul tiap halamannya dengan kafan, dan kubingkai dengan nisan.

Selasa, 02 Juni 2015

Aster, Pemuda Gila


Pada musim hujan, Aster berjalan menuju sawahnya setiap pagi, menggiring kerbaunya, membawa bajak di bahunya, dan mendengarkan nyanyian burung-burung murai yang berteduh diantara ranting pepohonan. Hujan memberikan semangat tersendiri untuk Aster, yang memang tidak mengenal takut akan rasa dingin saat musim hujan, ataupun rasa panas saat musim kemarau. Pada siang hari, ia duduk disamping sebuah sumur yang berada tepat di tengah ladang dekat sawahnya untuk makan siang. Saat itu langit sudah terlihat cerah, hujan sudah berangsur pulang dan meninggalkan seberkas pelangi. Setelah ia merasa mulutnya lelah untuk mengunyah, dan perutnya sudah tak mampu menampung makanan yang ia santap dengan lahap, maka ia menghentikan tepat pada suapan yang ke-13, kemudian ia letakkan sisa-sisa makananya di atas rerumputan agar burung-burung gereja bisa ikut memakannya. Lalu ia bergegas menghampiri kerbaunya, dan melanjutkan kegiatannya membajak sawah. Hingga menjelang senja, saat matahari mulai turun tahta, dan sebelum sang malam mulai berkuasa, ia pulang kembali ke rumahnya yang sederhana, yang terletak dibalik bukit bintang. Ia berbaring diatas tikar usang yang dianggap sebagai kasur mewah hotel berbintang, sembari mendengarkan alunan derik jangkrik yang saling bersahutan, hingga tak sadar bahwa matanya telah terpejam dan jiwanya telah diselimuti oleh keheningan malam.

Pada musim panas, ia akan bermain bersama kerbaunya di sungai yang berada diujung desa, membasuh penat tubuhnya, mendengarkan rintihan ranting-ranting pohon yang rapuh diterpa angin dan ditelan musim panas, merenungkan pergantian musim. Dan disela-sela dahan yang masih bertahan, ia mengintip sorot mata mentari yang tajam mengawasi setiap gerak-gerik pepohonan yang telah telanjang tanpa daun, bagai kerumunan pengemis yang terabaikan. Hingga senja kembali menyapa, ia habiskan waktu bercengkerama dengan gemercik air sungai yang tak lagi riuh seperti ketika musim hujan.

Suatu malam di musim panas, ia duduk seorang diri di atas bukit, ditemani bebatuan yang setia menatap langit, menantikan kehadiran bintang Zubeneschamali yang ramah menyapa malam, kemudian mengumpulkan ranting-ranting pohon yang tergeletak tak berdaya di tanah, karena pepohonan sudah tak sanggup lagi menjaga kesuciannya ketika terik mentari menelanjanginya di siang hari. Ia kumpulkan ranting-ranting itu, kemudian membuat perapian guna mengusir dingin malam yang menusuk. Dengan penuh kewaspadaan, ia terus-menesus mengawasi gerak-gerik awan yang berlarian kesana-kemari, karena takut sang awan akan membawa lari bintang Zubeneschamali, yang selama ini selalu ia nanti-nantikan kehadirannya.

Demikianlah, Aster menghabiskan masa mudanya diantara hamparan sawah dan sungai yang dipenuhi keindahan disiang hari, dan bercengkerama dengan bintang Zubeneschamali di atas bukit tiap kali malam menjelang. Dengan diam-diam ia merenungkan percakapan angin yang berbisik namun tak memberikan tanggapan apa-apa. Ia dijuluki sebagai pemuda gila dari utara, karena tingkah-lakunya yang selalu keluar dari kebiasaan orang pada umumnya. Disaat orang lain saling berlomba mencari mimpi yang lebih baik di tempat peraduan saat malam tiba, ia justru menghabiskan waktunya untuk menikmati pesona bintang Zubeneschamali dari atas bukit, hingga mencumbui malam dengan hasrat kerinduan.

Musim panas kali ini ia habiskan bersama Zubeneschamali, karena saat musim panas adalah waktu yang tepat untuk melihat senyum manis Zubeneschamali, tanpa takut akan mendung pekat yang selalu merampas senyum Zubeneschamali seperti saat musim hujan. Lekuk senyumnya tergambar jelas, dan pancaran cahaya dari balik kacamatanya seolah mengirimkan isyarat akan ketulusan cinta, bagai butiran embun yang selalu indah menghias dedaunan dipagi hari, bagai hembusan angin yang selalu menggetarkan dahan dan ranting pepohonan. Ia selalu setia menanti kehadiran Zubeneschamali, satu-satunya bintang terang yang akan selalu erat memeluk tubuh ringkihnya, dan yang selalu setia menjaga mimpinya.

Suatu pagi, ketika ayam berkokok malu-malu, dan sang fajar mulai menyapa langit dari ufuk timur, perlahan Aster bangkit dari tidurnya. Beberapa orang memandang angkuh ke arahnya seraya berkata, “Kau pemuda gila! Kau terlalu tergila-gila pada sosok Zubeneschamali, yang tak jelas seperti apa wujudnya. Zubeneschamali hanyalah putri khayalan dari negeri dongeng! Kau habiskan waktumu di atas bukit, hingga lupa akan tumahmu yang tak pernah kau jamah tiap malam, hanya untuk mengharapkan kehadiran Zubeneschamali yang tak pernah sekalipun kau temui!” Kemudian ia hanya membalasnya dengan senyuman, seraya berkata dalam hati, “mungkin Zubeneschamali hanyalah putri khayalan dari negeri dongeng bagi kalian, tapi bagiku, ia adalah sosok nyata yang selalu hadir disetiap mimpi indahku. Ia tak pernah sekalipun melewatkan malam bersamaku. Itulah yang membuatku merasa nyaman berada di bukit ini, menghabiskan malam-malamku bersama Zubeneschamali”. Rasa cintanya kepada Zubeneschamali mampu mengalahkan logika yang tak mampu dicerna oleh akal sehat.

Sejak saat itulah ia dikenal sebagai pemuda gila, yang selalu terobsesi oleh sosok Zubeneschamali. Terkadang ia tertawa sendiri saat langit cerah, namun tak jarang pula ia menangis saat langit tertutup awan mendung. Begitu dalamnya cinta Aster pada Zubeneschamali, hingga langit tak kuasa membujuknya untuk melupakan sosok Zubeneschamali. Ia sadar, dilangit luas sana Zubeneschamali tidak sendiri, banyak bintang-bintang terang yang merayu Zubeneschamali, atau bahkan Zubeneschamali sendiri telah memilih bintang lain sebagai sosok yang diharapkan, bukan Aster, si pemuda gila dari desa yang tak punya apa-apa. Namun apapun yang terjadi, Aster si pemuda gila akan selamanya gila karena tergila-gila oleh paras Zubeneschamali yang mampu mengubahnya menjadi pemuda paling bahagia dan dipenuhi oleh mimpi. Setidaknya, ia telah berani bermimpi, walaupun apa yang ia impikan belum tentu menjadi kenyataan. Ia berjanji pada siang dan malam, bahwa suatu saat ia akan membungkam mulut para penyair yang meragukan persatuan antara langit dan bumi.