Minggu, 26 Juli 2015

Manusia Tanpa Mimpi

Aku hanyalah manusia tanpa mimpi, serpihan jiwa yang terbuang. Tak ada satupun yang peduli padaku, karena memang tak berharga sama sekali, bahkan tak lebih berharga dari sampah yang berserakan. Tiap-tiap serpihan jiwaku bebas melayang, terpisah dan terombang-ambing bersama hembusan angin yang tak tentu arah. Seolah pasrah dengan keadaan, aku hanya bisa mengikuti kemana arah angin berhembus.

Sejak dulu aku memang seperti ini, takdirku yang memaksaku untuk terus menjalani hidup seperti ini, menjalani peran sebagai tokoh utama yang selalu menderita. Ya, aku tengah menikmati hidup sebagai Aster, tokoh utama yang selalu menderita dalam sebuah drama kehidupan. Mungkin aku telah dinobatkan sebagai aktor terbaik dalam menjalankan peranku, sehingga Sang Sutradara Kehidupan masih mempercayakanku untuk mengambil peran ini. Walau cerita silih berganti, tapi peranku tak tergantikan.

Suatu saat Sang Sutradara sempat mencoba memberikanku peran yang lebih baik, sesaat aku berubah peran menjadi tokoh lain yang sedikit diberi kesempatan untuk merasakan peran menyenangkan dan membahagiaka. Banyak hal yang aku rasakan dalam peran baruku itu, bahkan hal yang tidak pernah aku dapatkan dalam peran sebelumnya, saat itulah aku dapatkan. Aku diminta menggantikan tokoh utama dalam cerita itu hanya di awal cerita. Judul cerita baruku saat itu adalah manusia penuh mimpi.

Sesuai dengan judulnya, saat itu aku memang total dalam menjalankan peran sebagai sosok manusia yang penuh dengan impian. Tidak berlebihan rasanya jika melihat latar belakang dan track record sebagai pemeran yang selalu menderita, tiba-tiba diberi peran lain yang lebih baik. Bagai mendapatkan mukjizat, seketika aku berubah menjadi sosok yang paling beruntung dan paling bahagia. Seolah aku lupa pada sosok asliku yang sangat jauh berbeda dengan peran baruku. Aku lupa daratan, aku terlalu menjiwai peran baruku dan terlalu emosional. Aku lupa bahwa peranku itu hanya sementara, sampai tokoh utama hadir dan kembali mengambil perannya dariku.

Dalam cerita manusia penuh mimpi, ada satu tokoh utama wanita yang sangat istimewa, dia adalah Zubeneschamali. Untuk lebih akrab dengannya, aku biasa memanggilnya dengan sebutan Zuby. Dia sempurna bagiku, dia mampu menjalankan perannya dengan sangat baik. Bahkan saking baiknya, aku sampai tidak bisa membedakan mana yang sesungguhnya dan mana yang hanya sebatas skenario. Aku merasa sangat beruntung dan sangat nyamanan beradu peran dengannya.

Kami menjalankan cerita dengan tema cinta dan mimpi. Diceritakan bahwa aku adalah sosok Zubenelgenubi, pemuda gila yang tengah putus asa dan tak punya semangat hidup. Banyak orang yang mencoba membantuku keluar dari situasi itu, namun tak ada satupun yang berhasil mengubah hidupku, bahkan keluargaku sendiri pun sudah pasrah dengan kenyataan pahit itu.

Hingga suatu saat hadir sosok Zubeneschamali, sosok yang sangat berpengaruh besar dalam hidup Zubenelgenubi. Bahkan orang tua Zubenelgenubi mengira bahwa ia adalah Dewi Penyelamat yang memang sengaja diturunkan ke bumi oleh Tuhan sebagai jawaban dari do'a-do'a mereka. Seketika itu kehidupanku berubah total. Aku menjadi sosok periang penuh semangat dan penuh mimpi. Hari-hariku tak jauh dari mimpi yang selalu menghiasi dinding hatiku. Entah secara kebetulan atau memang direncanakan, atau hanya bagian dari skenario cerita, Tuhan berbisik di telingaku saat tengah tertidur pulas memeluk mimpi. Ia berkata "Aku akan memberikan sosok Zubeneschamali untukmu, sosok yang akan sealu menjagamu, sosok yang akan selalu menemanimu, dan sosok yang akan menjadi milikmu". Karena itulah aku nyenyak tertidur bersama mimpiku, seakan tak ingin bangun, karena takut sang fajar akan merenggut mimpi indahku itu.

Sejak saat itulah aku lebih akrab dengan sang malam. Bintangnya mampu menenangkan jiwaku, dan pesonanya mampu mengalihkan duniaku. Terlebih lagi, konon kabarnya Zubeneschamali adalah jelmaan bintang yang Tuhan kirimkan ke bumi. Maka dari itu, aku menganggap Zubeneschamali bukan sekedar sosok dalam mimpiku. Lebih dari itu, aku menganggapnya sebagai teman hidupku, separuh jiwaku, dan alasanku untuk tetap bertahan hidup. Apapun yang ia lakukan, aku sangat antusias mengamati tingkah lakunya. Apapun yang ia katakan, aku akan selalu mengikutinya. Karena dia adalah alasanku untuk tetap bertahan hidup.

Sejatinya aku telah mati dalam hidup. Namun berkat hembusan nafas Zuby, aku masih sanggup bertahan. Ia seolah menjadi nyawa keduaku. Ia hembuskan angin kedamaian, dan menyusun kembali tulang-tulang yang telah lama terkubur dalam keputus-asaan. Saat itu, aku berperan bukan sebagai aku. Banyak hal baru yang aku sendiri tidak tahu maknanya. Misteri dari cerita itu sulit ditebak arahnya. lagi-lagi aku dipaksa untuk mengikuti peran yang telah tertulis dalam skenario Sang Sutradara Kehidupan.

Saat pagi menjelang, aku harus terima kenyataan bahwa aku bukanlah pemeran utama yang sesungguhnya. Perlahan aku dihadapkan pada situasi sulit, dimana aku harus rela dikuliti oleh rasa cinta yang teramat menyiksa. tidak ada pilihan lain, selain kematian. Ada dua caraku mati dalam cerita itu. Pertama, hatiku disayat-sayat perlahan hingga terpotong-potong menjadi beberapa bagian, sampai aku mati. Dan kedua, Jantungku dihujami pisau tajam bertubi-tubi. Perbedaannya hanyalah proses dan waktu kematianku.

Kini dalam cerita tersebut, aku telah pergi. Hingga saat ini, aku masih belum tahu akhir jalan ceritanya. Yang jelas, sang pemeran utama dari cerita ini telah kembali, dan aku harus rela melepaskan peranku. Saatnya kembali berperan sebagai Aster yang malang, atau justru memaksakan diri untuk berhenti berperan, dan berdiam diri sebagai penonton hingga akhir cerita. Namun apakah aku sanggup hanya duduk sebagai penonton, dan memaksakan diri untuk ikut tersenyum bahagia menyaksikan setiap detil kisahnya? Aku pikir tak akan sanggup, berat rasanya harus menerima kenyataan pahit ini. Satu-satunya cara yang mungkin bisa kulakukan adalah berhenti mengikuti ceritanya, kemudian bangkit dari tempat tidur dan pergi sejauh mungkin ke tempat yang tak ada seorangpun yang akan menemukanku, mungkin di suatu tempat yang lebih tenang. Dmanakah tempat itu? Aku sendiri belum tahu. Yang harus kulakukan saat ini adalah bangkit dari mimpi, dan kembali menjadi Aster si pesakitan, manusia tanpa mimpi. Berjalan tertatih-tatih dengan kaki yang pincang, diatas hamparan luas keputus-asaan.

Tuhan, aku lelah...

Senin, 20 Juli 2015

Keyakinanku

Ketika semua hal yang aku dapatkan saat ini belum sesuai dengan harapan, aku harus mencoba tetap tawakkal. Ketika ketulusanku terdzolimi oleh hati lain, tetaplah khusnudzon, mungkin Allah punya rencana lain yang lebih indah untuk membahagiakan hatiku kelak. Jalani saja sesua kata hatiku, jangan pernah menyerah pada keadaan. Ikhlas adalah kuncinya, dan berusaha keras adalah caranya.

Mungkin saat ini aku menjadi seorang pecundang, tapi suatu saat, aku pasti akan menjadi seorang pemenang. Aku akan tersenyum ramah menyapa jiwa-jiwa yang telah menyia-nyiakanku. Aku akan buktikan bahwa aku pantas untuk dipertahankan. Aku masih ingat Janji Allah dalam mimpiku, untuk mempertemukanku dan menyatukanku dengan Zubeneschamali, bintang impianku yang selama ini memelukku dalam mimpi.

Mimpiku takkan pernah padam, meski terpaan badai semakin ganas, meski angin kecemasn memporak-porandakan hatiku, takkan pernah ku hentikan langkahku untuk terus berjalan mencari kedamaian jiwa. Walau apa yang ku lakukan tak semudah kenyataan, walau apa yang ku jalani menghadapi banyak rintanga, aku tetap bersyukur masih diberi kesempatan untuk tetap yakin melangkah.

Jumat, 10 Juli 2015

AKU

Aku hanyalah aku
Makhluk lemah tak berdaya
Yang mengaku sebagai manusia
Hanya agar tak dipandang sebelah mata

Aku hanyalah aku
Jiwa maya yang bersembunyi dibalik mimpi
Yang tak sengaja tercipta dari untaian kata

Aku hanyalah aku
Bukan dia


~AFQ~

Minggu, 05 Juli 2015

ZUBENESCHAMALI 5: JANJI SUCI

Aku hanya ingin menyendiri, bersembunyi dibalik dinding usang rumah tua tak berpenghuni, sambil mengintip kejamnya dunia dari sela-sela dinding yang retak. Tak ada satupun yang tahu betapa menderitanya aku menahan lapar dan dahaga, dan terbelenggu oleh sepi yang kian mencengkram, kecuali sang mentari yang diam-diam mengawasiku dengan tatapan sinarnya yang terpancar dari lubang dinding. Tapi itu lebih baik, karena dunia diluar sana lebih kejam dari yang kubayangkan. Monster yang berkedok malaikat siap menerkam dan mencabik-cabik jiwa rapuhku dengan buaian janji-janji manis, merobek hatiku saat terlelap dalam peluknya, dan meninggalkanku begitu saja saat tubuhku telah menjadi puing-puing berserakan, hingga sekumpulan burung pemakan bangkai berdatangan, seolah mereka tengah berpesta ditengah musim panas yang berkepanjangan.

Hingar-bingar bisikan angin menghasutku untuk melepas belenggu ini, dan mengajakku keluar dari rumah tua yang sesungguhnya menjadi satu-satunya tempat paling aman di dunia ini. Sempat aku tergoda, dan ingin mengikuti arah langkah angin, namun aku selalu teringat janji bintang Zubeneschamali. Ia berkata:

"Janganlah kau keluar dari rumah tua ini, jangan pernah lepaskan belenggu ini sebelum aku kembali. Tunggulah saat malam tiba, saat monster-monster buas itu terlelap, maka aku akan memperlihatkan wajah asli mereka padamu, dan segera membawamu terbang ke langit bertabur bintang yang penuh dengan kejujuran. Disanalah kau akan kubuatkan istana megah untuk menemaniku. Karena kau adalah putra kegelapan, dan aku membutuhkanmu agar dapat bersinar terang".

Janji bintang adalah janji suci yang dapat dipercaya. Ia takkan berhenti bersinar sepanjang malam, dan setia menebar senyum keindahan untuk sang alam. Bahkan bulan sang anak bumi enggan kembali, karena telah merasa nyaman berada diantara bintang yang tak segan mengajaknya bersenandung alunkan do'a, yang syairnya belum pernah didengar sebelumnya saat dibumi.

Kini kucoba pejamkan mata dan masuk kedalam pusaranya, sambil mendengarkan alunan do'a yang tengah mereka senandungkan sebagai musik penenang jiwa. Perlahan suaranya kian mendekat saat senja, dan aku berharap ketika membuka mata, Zubeneschamali telah hadir dihadapanku, sambil mengulurkan tangan dan berkata:

"Ikutlah denganku, sekaranglah saatnya".


~AFQ~

Sabtu, 04 Juli 2015

Ketika Akal Kembali Sehat

Mungkn inilah yang kau inginkan
Semakin menutup diri
Dan semakin memberi jarak

Jangan khawatir...
Tak perlu susah-susah untuk berlari menjauh
Berjalanlah seperti biasa
Karena aku tak akan memaksa ragaku untuk mengejarmu

Akupun lelah untuk berlari
Aku hanya ingin tetap duduk disini
Duduk menunggumu
Walau hanya seorang diri...

Kupeluk erat mimpi kemarin
Kusandarkan janji-janji
Yang membuai jiwaku bersama deburan ombak
Sambil mendengarkan celoteh camar
Yang riuh rendah menghasut rindu

Aku masih percaya pada janji Zubeneschamali
Bahwa kerlipnya akan selalu terjaga
Sebagai penghias mimpi sang Aster.


~AFQ~