Rabu, 30 Desember 2015

ZUBENESCHAMALI 8: Peri Kecil

Di seberang jalan, peri kecil memanggil
Dengan senyum manja, ia lambaikan tangan

Terbang tanpa sayap
Menyapa tanpa suara
Hanya sayup terdengar bisik lembutnya
“berjalanlah terus kedepan”

Aku, yang tengah berada di persimpangan
Tak tahu arah tujuan
Hanya mengikuti bisik hatinya

Aku ingin sekali melihat sayapnya
Terbuat dari bulu-bulu surga?
Ataukah dari jarum-jarum neraka?

Entah apapun bentuknya,
Yang jelas kepakannya menyejukkan jiwa

Aku takkan pernah peduli
Jika itu bulu-bulu surga, aku akan selamat dalam dekapannya
Jika itu jarum-jarum neraka, akupun hanya ingin mati dipelukannya

Peri kecil berkacamata
Aku tak tahu asal-usulnya
Yang ku tahu hanyalah,
Ia datang dari rasi bintang libra
Hadir saat aku tengah terjaga dalam mimpi

Aku pun tak tahu namanya
Aku hanya ingin memanggilnya…
ZUBENESCHAMALI

Sabtu, 26 Desember 2015

ZUBENESCHAMALI 7: Tentang Siang Itu

Aku masih ingat saat derasnya hujan menyapa permukaan telaga warna yang tenang. Riaknya memaksa sepasang burung camar yang tengah asyik terbang melayang mengitari telaga sejenak menepi, mencari tempat perlindungan sekaligus bercumbu diantara ranting pohon pinus yang bergoyang tertiup angin, seolah menari menyambut berkah hujan.

Desir angin membelai tubuh ringkihku yang mulai bermandikan air hujan yang secara berkala menghujam. Seketika itu pula tubuhku menggigil, telapak tangan mulai mengeriput, dan bibir mulai memucat. Tak ada yang mampu melindungi dan menghangatkan tubuhku dari guyuran hujan siang itu, kecuali senyum hangat Zubeneschamali.

Zubeneschamali adalah titisan bintang terang yang mungkin sengaja diutus Tuhan untuk menemaniku. Senyumnya mampu menghangatkan jiwaku, dan hadirnya mampu membuatku merasa bagai didampingi sekumpulan malaikat. Atau bahkan mungkin dia adalah malaikat yang menjelma? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.

Sesaat sebelum rintik hujan turun membentuk alunan symphony alam, Zubeneschamali memetik dua tangkai bunga aster berwarna putih dan merah muda, kemudian memberikannya padaku. Hal itu menjadi sebuah moment yang tanpa aku sadari dirasa paling berkesan hingga saat ini.

Kini aku menamakan diriku sebagai Aster. Seperti halnya bunga aster yang memiliki makna sebagai bunga lambang cinta dan kesabaran, aku akan senantiasa mencintai dan sabar menantikan Zubeneschamali untuk dapat menjadi pendamping hidupku selamanya. Hanya dia yang mampu membuatku tertawa lepas saat bahagia, dan menangis puas ketika bersedih.

Aku tak takut guyuran hujan, aku tak takut tiupan angin kencang, aku tak takut gelegar petir, dan aku tak takut tubuhku membeku, yang aku takut hanyalah jika Zubeneschamali tiba-tiba kembali terbang bersama angin.

Tuhan, jangan Kau ambil lagi kebahagiaanku yang kini kembali memanjakanku. Aku ingin selalu merasakan hangatnya dekapan Zubeneschamali-Mu. Jika harus kubayar dengan apapun, akan aku lakukan. Jika Kau hendak mengirimkan petir yang lebih besar, kirimkanlah. Jika Kau hendak memberikan hujan semakin lebat, berikanlah. Jika Kau hendak menambah suhu bumi-Mu menjadi lebih dingin, tambahkanlah. Tapi satu yang aku mohon dari-Mu, izinkan Zubeneschamali tetap bersamaku, Tuhan. Agar aku sanggup menghadapi segalanya, seperti siang itu... :')

Selasa, 15 Desember 2015

Yakin

Segala kesulitan di awal, Insya Allah akan mendatangkan banyak kemudahan selama perjalanan, dan mendatangkan kebahagiaan di akhir.