Kemarin, aku mencoba merajut mimpi dalam gelap malam dengan seuntai benang kusut yang coba ku urai kembali. Butuh waktu cukup lama untuk mengurainya, hingga tak sadar waktu telah menunjukkan larut malam. Rasa kantuk dan lelah perlahan hadir merayuku, mencumbuku dengan gairah mimpi yang tertumpah-ruah pada secarik kain putih. Namun aku coba bertahan, karena memang itulah tujuanku. Semakin lelah aku merasa, justru semakin liar mimpiku meraba. Mataku perlahan terpejam, namun jiwaku tetap terjaga. Jemari kecilku terus bermain diatas untaian benang, hingga sedikit demi sedikit mulai terurai seiring dengan uraian air mata yang jatuh dipipiku.
Wahai angin malam, kenapa aku menangis? Bukannya aku tengah merajut mimpi indah? Apa karena aku terlalu lelah? Atau karena malammu tak merestui?
Ah, baiklah… Aku akan melanjutkannya esok pagi. Mungkin mentari yang bijak dapat merestui niatku. Lalu kuletakkan seuntai benang dan secarik kain putihku diatas meja, dan menghangatkannya dengan temaram lampu tidur. Sementara aku merebahkan diri diatas busa persegi. Kini kucoba beristirahat dalam dekapanmu, wahai angin malam. Karena hadirmu tidak membawa dingin, dan desirmu tidak membawa bising. Aku terlelap dalam tidurku, hingga esok pagi menyapaku.
Ketika pagi mulai menyapa dengan canda tawa dawn chorus, musisi alam yang melegenda, seketika itu aku bangkit dari peraduan. Ku tegakkan tubuh ringkihku dihadapan jendela kaca yang berselimut embun, kemudian kuhusap embun-embun nakal yang tersenyum manja. Lalu kuarahkan pandanganku pada satu titik, dimana sang murai tengah khidmat mendendangkan syair alam. Seketika itu pula jiwaku tenang, seolah terbang bersama sang maestro dawn chorus itu diantara dedaunan dan ranting pohon yang juga telah berselimut embun pagi.
Saat aku tengah menikmati indahnya alunan lagu cinta yang dibawakan sang murai, tidak berapa lama aku dikejutkan dengan suara bising dari sebuah benda yang berada diatas meja, yang membuat jiwaku kembali terpasung dalam raga. Ah, sial! Benda itu adalah jam weker yang berbunyi tepat pukul 7 pagi.
Astaga… Aku lupa satu hal, aku memang sengaja memasang alarm tepat pukul 7 pagi ini agar dapat kembali melanjutkan tujuanku untuk merajut mimpi. Sebetulnya mimpiku sederhana, namun mengurai benang kusutlah yang membuat segalanya menjadi sedikit lebih rumit dan memakan waktu yang lama. Maka aku harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin, agar tujuanku dapat tercapai sesuai keinginan.
Tak perlu menunggu lama, segera kuraih benang dan kain putih itu, kemudian kubawa keluar rumah. Aku duduk bersandar dibawah pohon beringin yang tumbuh tepat di halaman depan kamarku, kemudian melanjutkan kembali langkahku dalam mengurai benang kusut yang akan kurajut menjadi sebuah mimpi. Perlahan namun pasti, benang yang kusut tersebut sudah benar-benar terurai, dan aku menemukan alasanku menangis semalam. Ternyata ada sebuah jarum yang terselip diantara gumpalan benang, yang kemudian melukai jari manisku hingga aku menangis.
Tapi justru itu menjadi hikmah bagiku, karena aku tidak perlu mencari jarum untuk merajut. Rasa sakit yang kudapatkan justru dapat melancarkan niatku. Kini langkah awal yang kulakukan adalah memasukkan ujung benang kedalam lubang jarum, kemudian memainkan jemari kecilku merajut mimpi dibawah terik mentari.
Saat senja mulai tiba, aku telah menyelesaikan rajutanku. Ah, lega rasanya. Akhirnya mimpiku telah terajut. Saatnya menikmati hasilnya bersama dengan seiring bergulirnya senja. Dan saat malam tiba, aku dapat memeluk mimpiku kembali. Mimpiku adalah sebuah nama yang selalu Tuhan bisikkan padaku, saat Tuhan meniupkan ruh suci kedalam ragaku. Mimpiku adalah sebuah garis takdir yang senantiasa mengiringi langkah hidupku. Mimpiku adalah Zubeneschamali, dan aku telah merajutnya diatas kain putih dengan seuntai benang kusut yang sengaja Tuhan berikan padaku, bersama dengan jarum yang melukai jari manisku malam kemarin.
Terimakasih Tuhan, Kau telah memberikan luka pada jari manisku. Semoga dibalik luka itu, kelak aku dapat melingkarkan sebuah benda simbol pencapaian mimpi dan ikatan suci, yang juga akan melingkar di jari manis Zubeneschamali. Aamiin…
~AFQ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar